makalah
perkawinan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Haid atau menstruasi merupakan
peristiwa penting pada masa pubertas anak gadis yang juga merupakan pertanda
“biologis” dari “kematangan seksual”, dimana mulai timbul perasaan “hetero
seksual” yaitu tertarik pada lawan jenisnya dan mulai berusaha untuk mencari
pacar/pasangan hidup/jodoh/belahan jiwanya, yang biasanya diikuti dengan hasrat
untuk mempercantik diri agar bisa tampil menarik di depan orang lain khususnya
lawan jenis. Jika seorang wanita mempunyai hasrat untuk mempercantik diri hal
ini merupakan “khas feminim” yang juga merupakan ciri dari diri yang sehat.
Namun, jika tidak ada hasrat untuk mempercantik diri maka kemungkinan terjadi
“dekadensi psikis” atau kemunduran. Dalam menyeleksi pasangannya setiap
karakter wanita mempunyai prinsip yang berbeda-beda ada yang menyeleksi
berdasarkan ciri karakteristik yang ada persamaannya dengan diri sendiri yaitu
“tendensi homogami” atau ikatan perkawinan berdasarkan persamaan ciri tertentu,
misalnya ingin mencari pasangan yang satu suku dengannya. Dan ada juga yang
ingin mempunyai pasangan yang mempunyai sifat karakteristik yang justru
berlawanan. Misalnya seseorang yang pemarah ingin mendapatkan pasangan yang
sabar, agar bisa menenangkannya dan meredam emosinya kelak.
1.2
Tujuan
Tujuan
dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan
informasi bagi yang membacanya dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua.
1.
Agar Mahasiswa tahu akan Arti Kehidupan Dalam Perkawinan
2.
Agar Mahasiswa Mengetahui Arti Penting Dalam Perkawinan
3.
Agar Mahasiswa Mengetahui Arti Suami – Istri Dalam
Kehidupan Perkawinan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kehidupan Perkawinan
Adalah suatu perkawinan sepasang
mempelai yang dipertemukan secara formal di hadapan penghulu atau kepala agama,
para saksi dan sejumlah hadirin yang disahkan secara resmi sebagai suami isteri
dengan upacara ritual-ritual tertentu. Dimana bentuk proklamasi laki-laki dan
wanita bersifat dwi tunggal yakni saling memiliki satu sama lain. Secara
hukum, dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/1974, bab I,
pasal 1 bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dari sisi gereja Katolik, “Perkawinan adalah persekutuan hidup dan kasih suami
istri yang mesra yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan
hukum - hukumNya, dibangun oleh perjanjian perkawinan atau persetujuan
pribadi yang tak dapat ditarik kembali Ikatan suci demi kesejahteraan
suami - istri dan anak maupun masyarakat itu tidak tergantung pada
kemauan manusia semata - mata.
A. Regulasi/pengaturan perkawinan
· Umur
·
Seks
· Upacara
perkawinan
·
Pembayaran uang nikah
·
Hak dan kewajiban suami isteri
·
Pembagian harta
· Perceraian
B. Tujuan regulasi
Bukan untuk menghalangi perkawinan tapi
untuk menjamin perkawinan
1.
Ditegakkannya kesejahteraan sosial
2.
Mencegah perkawinan dengan keluarga dekat/incest
3. Untuk
memperbaiki ras/keturunan
4.
Mencegah perceraian yang sewenang-wenang
5.
Menjamin kebahagiaan individu, kelestarian keluarga, kestabilan struktur
masyarakat
Adanya pergeseran standar dan norma
seks menajdi hyper modern dan radikal merupakan hal yang bertentangan dengan
norma masyarakat, yang juga dapat menimbulkan :
1. Perkawinan periodik/term
marriage
·
Kontrak tahap 1 = 3-5 tahun
·
Kontrak tahap 2 = 10 tahun
·
Kontrak tahap 3 = saling memiliki
2. Kawin percobaan/trial
marriage
Dengan alasan perkawinan harus dicoba terlebih dahulu
beberapa bulan dan jika tidak cocok dapat segera berpisah
3. Kawin
persekutuan/companionate marriage
Yaitu perkawinan tanpa anak dan perceraian atas dasar
persetujuan bersama
4. Poligami
5. Perkawinan eugenis
Yaitu perkawinan untuk memperbaiki
keturunan
C. Alasan/motivasi perkawinan
1.
Distimulis oleh dorongan-dorongan romantik
2. Hasrat
untuk mendapatkan kemewahan hidup
3. Ambisi
untuk mencapai status sosial tinggi
4.
Keinginan untuk mendapatkan jaminan/asuransi hidup di masa tua
5.
Keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan pasangannya
6. Hasrat
untuk melepaskan diri dari belenggu atau kungkungan orang tua/keluarga
7.
Dorongan cinta terhadap anak dan ingin mempunyai anak
8.
Keinginan untuk mengabadikan nama leluhur
9. Malu
kalau sampai disebut sebagai “perawan tua”
D. Alasan-alasan tidak kawin
1. Tidak
pernah mencapai kematangan yang sebenarnya, dimana kematangan tidak hanya
secara khronologis, fisik dan mental saja tapi juga harus mencapai taraf kematangan
secara sosial
2.
Identifikasi secara ketat terhadap orang tua, menginginkan pasangan hidup yang
benar-benar memiliki ciri baik fisik maupun karakter seperti orang tuanya
(fiksasi ayah/kompleks elektra dan fiksasi ibu/kompleks oedipus)
3.
Egosentrisme dan narsisme yang berlebihan, merasa diri sangat sempurna dan
hanya pantas memilik pasangan yang juga sederajat dengannya
4.
Kebudayaan individualisme yaitu tidak terbiasa bergaul dengan orang lain, ingin
bebas hidup sendiri dan tidak mau hidupnya diatur.
2.2
Memasuki Kehidupan Perkawinan
Masa dewasa muda adalah masa bagi
kehidupan seseorang yang berusia antara 20 – 40 tahun. Pada masa ini,
keadaan fisik berada pada kondisi puncak dan kemudian menurun secara
perlahan. Dalam sisi perkembangan psikososial, terjadi proses pemantapan
kepribadian dan gaya hidup serta merupakan saat membuat keputusan
tentang hubungan yang intim. Pada saat ini, kebanyakan orang menikah dan
menjadi orang tua (Papalia, Olds, & Feldman, 2001; Santrok, 2002). Bagi
kebanyakan orang, tentu saja termasuk anda, perkawinan adalah suatu yang sangat
diharapkan dan sangat dipersiapkan.
Oleh karena itu, tidak jarang orang
mencari berbagai informasi mengenai perkawinan dengan bertanya pada
orang tua atau teman, membaca buku, atau dibekali dengan berbagai
informasi tentang perkawinan melalui kursus semacam ini. Yang paling
penting dari semua persiapan perkawinan adalah persiapan mental
dari calon pasangan itu sendiri. Persiapan mental ini dimulai dari hal yang
paling sederhana, yaitu mengenal dan memahami pasangan serta memahami arti pernikahan
bagi diri sendiri. Dalam tahap persiapan pernikahan, membina hubungan sosial
yang romantis dan harmonis merupakan hal yang penting dan perlu dijalani. Pasangan
yang mantap untuk membina rumah tangga dan memasuki kehidupan perkawinan
adalah pasangan yang telah mengenal pasangannya masing-masing, memiliki kesamaan
minat dan tujuan hidup, saling terbuka, saling percaya, saling menghormati, dan
saling memahami.
Hal ini tidak berarti pasangan
memerlukan waktu pacaran yang lama untuk saling mengenal dan memahami.
Yang terpenting adalah bagaimana calon pasangan mampu untuk selalu
berusaha saling mengenal dan mendalami pasangan masing-masing, tanpa
harus memaksakan kehendak pribadi kepada pasangannya, dan dapat menerima
pasangan kita apa adanya. Ketika pasangan memasuki kehidupan perkawinan,
tidak berarti proses mengenal dan memahami berhenti. Kadang, masa awal
perkawinan merupakan masa penyesuaian diri yang menyulitkan bagi
pasangan suami-istri baru karena seringkali banyak terjadi hal yang
tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Ketika pacaran dulu, mungkin calon istri
tidak mengetahui bahwa calon suaminya tidak suka tidur dengan lampu
menyala, padahal si calon istri terbiasa tidur dengan lampu yang terang
karena si istri agak penakut. Hal ini bukan tidak mungkin akan sedikit
memancing keributan di awal tidur bersama. Hal penting berikutnya
adalah: Cinta. Mengapa saya menempatkan cinta setelah mengenal pasangan?
Memang mungkin saja ada cinta pada pandangan pertama. Namun, apakah
cinta itu akan terus ada setelah pasangan saling mengenal lebih jauh?
Seringkali, ketika hubungan perkenalan berlanjut menjadi hubungan
romantis, pasangan mulai berpikir apakah betul mereka saling mencintai,
atau hanya karena tertarik secara fisik, atau karena ‘nyambung’ ketika
diajak ngobrol, atau karena merasa menemukan kakak atau adik. Banyak
pasangan yang kemudian menyadari bahwa pasangannya adalah pasangan yang
tepat untuk menjadi teman bicara, tetapi bukan ‘teman hidup’-nya. Cinta
merupakan kekuatan yang mampu menarik dua orang dalam satu ikatan yang tidak
terpisahkan, yang dinamakan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan akan kuat
ketika dilandasi oleh cinta. Hatfield (dalam Lubis, 2002) menyatakan bahwa
ada dua macam cinta diantara pasangan dalam perkawinan, yaitu passionate
love dan companiate
2.3
Pengertian Suami - Istri dan Kehidupan Perkawinan
Istri merupakan pasangan dari suami.
suami adalah pasangan dari istri. Kata suami dan istri, yang kadang berkembang
menjadi pasutri (pasangan suami istri) adalah kata yang tentu saja kita kenal
sehari-hari. Kata suami-istri mengandung banyak makna yang kadang tidak kita
sadari maknanya bagi diri kita. Pernyataan yang tampaknya perlu Anda jawab saat
ini adalah: “Apa arti kata suami-istri bagi Anda?” Secara hukum, dinyatakan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/1974, bab I, pasal 1 bahwa
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari sisi gereja Katolik, “Perkawinan
adalah persekutuan hidup dan kasih suami-istri yang mesra yang diadakan oleh
Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumNya, dibangun oleh perjanjian
perkawinan atau persetujuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali. Ikatan suci
demi kesejahteraan suami-istri dan anak maupun masyarakat itu tidak tergantung
pada kemauan manusia semata-mata. Allah sendirilah Pencipta perkawinan, yang
mencakup pelbagai nilai dan tujuan” (dikutip dari Kasih Setia dalam Suka-Duka,
Pedoman Perkawinan di Lingkungan Katolik, 1993). Pembahasan tentang kehidupan
perkawinan akan saya mulai dengan pembahasan tentang kehidupan dewasa muda
sebagai masa kehidupan yang sedang dijalani oleh kebanyakan calon pasangan
suami-istri. Masa dewasa muda adalah masa bagi kehidupan seseorang yang berusia
antara 20 – 40 tahun. Pada masa ini, keadaan fisik berada pada kondisi puncak
dan kemudian menurun secara perlahan. Dalam sisi perkembangan psikososial,
terjadi proses pemantapan kepribadian dan gaya hidup serta merupakan saat
membuat keputusan tentang hubungan yang intim.
Pada saat ini, kebanyakan orang
menikah dan menjadi orang tua (Papalia, Olds, & Feldman, 2001; Santrok,
2002). Bagi kebanyakan orang, tentu saja termasuk anda, perkawinan adalah suatu
yang sangat diharapkan dan sangat dipersiapkan. Oleh karena itu, tidak jarang
orang mencari berbagai informasi mengenai perkawinan: dengan bertanya pada
orang tua atau teman, membaca buku, atau dibekali dengan berbagai informasi
tentang perkawinan melalui kursus semacam ini. Kadang yang tidak kalah penting
bagi calon pasangan suami-istri adalah juga bagaimana pesta pernikahan akan
diselenggarakan, pakaian apa yang akan dikenakan, dan kemana akan berbulan
madu. Namun, yang paling penting dari semua persiapan perkawinan adalah
persiapan mental dari calon pasangan itu sendiri. Persiapan mental ini dimulai
dari hal yang paling sederhana, yaitu mengenal dan memahami pasangan serta
memahami arti pernikahan bagi diri sendiri. Dalam tahap persiapan pernikahan,
membina hubungan sosial yang romantis dan harmonis merupakan hal yang penting
dan perlu dijalani. Pasangan yang mantap untuk membina rumah tangga dan
memasuki kehidupan perkawinan adalah pasangan yang telah mengenal pasangannya
masing-masing, memiliki kesamaan minat dan tujuan hidup, saling terbuka, saling
percaya, saling menghormati, dan saling memahami. Hal ini tidak berarti
pasangan memerlukan waktu pacaran yang lama untuk saling mengenal dan memahami.
Yang terpenting adalah bagaimana calon pasangan mampu untuk selalu berusaha
saling mengenal dan mendalami pasangan masing-masing, tanpa harus memaksakan
kehendak pribadi kepada pasangannya, dan dapat menerima pasangan kita apa
adanya. Ketika pasangan memasuki kehidupan perkawinan, tidak berarti proses
mengenal dan memahami berhenti. Kadang, masa awal perkawinan merupakan masa
penyesuaian diri yang menyulitkan bagi pasangan suami-istri baru karena
seringkali banyak terjadi hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehidupan perkawinan adalah kehidupan
dari pasangan pria dan wanita yang disahkan secara hukum dan agama dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Untuk menjadi pasangan yang bahagia,
suami-istri harus saling mengenal dan menerima pasangannya, saling mencintai,
saling memiliki komitmen terhadap pasangannya, tetap bersama dalam senang dan
susah, saling membantu dan mendukung, memiliki komunikasi yang lancar dan
terbuka, serta menerima keluarga pasangannya sebagai keluargannya sendiri.
3.2 Kritik Dan Saran
Makalah ini masih jauh dari kata
sempurna maka dari itu saya ingin meminta kritik dan saran dari pembaca
serta dosen pembingbing agar makalah yang saya buat bisa menjadi sempurna dan
jauh lebih baik dari sebelumnya, serta krtik dan saran yang
sifatnya membangun dari para pembaca mudah - mudahan bisa menjadikan makalah
ini jauh lebih sempurna dan bermanfaat bagi semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Kabar Baik. (1994). Jakarta:
Lembaga Alkitab Indonesia. KWI – BKKBN. (1993). Kasih setia dalam suka – duka:
Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik. Jakarta: PT Ikrar
Mandiriabadi.
Landis, J.T. & Landis, M.G. (1970).
Personal adjustment, marriage, and family living (5th Ed.). New Jersey:
Prentice Hall.
Lubis, Yati Utoyo (2002, April). Aspek
psikologis dari poligami: Telaah kasuistik. Makalah seminar.
Papalia, D.E., Old, S.W., &
Feldman, R.D. (2001). Human development (8th Ed.). Boston: McGraw Hill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar